Rabu, 21 Desember 2011

wah....... telat,


Apakah ini anda ???

Pernahkah Anda menemukan orang-orang yang biasa datang terlambat, entah itu dalam sebuah rapat atau dalam sebuah pertemuan penting? Pernahkah Anda menjumpai orang yang terbiasa mengeluh, biasa gosip, biasa membicarakan keburukan orang lain, biasa manipulasi, biasa bohong, biasa menunda pekerjaan, biasa mengumbar janji, biasa melanggar aturan, biasa lari dari tanggung jawab, biasa mencari kambing hitam, biasa menyalahkan orang lain, biasa menyombongkan diri? Atau mungkin secara tidak sadar kita sendiri juga memiliki kebiasaan-kebiasaan tersebut dalam keseharian kita?


Saya teringat sebuah perumpaan yang diceritakan pada salah buku inspirasional, yang mengatakan bahwa di dalam tubuh kita sebenarnya ada dua “serigala”, yakni serigala yang baik dan serigala yang jahat. Kedua serigala ini selalu berbenturan dan tidak saling mendukung. Serigala baik selalu mengajar kita untuk menjaga perilaku, perkataan, kebiasan yang positif dan bernilai sementara serigala yang jahat selalu menggoda kita untuk menunda-nunda, malas, dan sesekali mengajak kita melanggar aturan. Pertanyaannya kepada kita adalah serigala mana yang akan lebih banyak kita beri makan? Dengan kata lain, serigala mana yang mau kita pelihara hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun? Ada pepatah yang mengatakan, “You are what you repeatedly do.” Anda adalah apa yang Anda lakukan berulang-ulang!!!


Bagaimana sampai terbentuknya sebuah kebiasaan?

Berawal dari sikap mental seseorang, bagaimana pola pikirnya akan suatu hal akan mempengaruhi tindakan dan perilakunya sehari-hari. Tindakan dan perilaku yang dilakukan berulang-ulang, lambat laun akan menjadi sebuah kebiasaan. Contoh yang paling sederhana adalah membuang sampah. Jika seseorang menganggap membuang sampah sembarangan adalah hal yang lumrah, maka tindakan dan perilakunya akan masa bodoh jika ia membuang sampah sembarangan, sehingga perilaku ini sudah mendarah daging dan terbentuklah sebuah kebiasaan. Terkadang di perjalanan saya mengamati, bagaimana seseorang yang berada dalam mobil mewahnya, dengan santai membuka kaca dan membuang berlembar-lembar kertas tisu ke luar.


Contoh yang paling populer adalah kebiasaan terlambat atau ‘jam karet’. Mendapat undangan rapat jam 9, baru tiba jam 10, karena menganggap sudah biasa dan sudah menjadi tradisi di sini kalau undangan rapat pasti ‘ngaret’ jamnya. Jika seseorang memegang teguh nilai-nilai positif dalam hidupnya maka hal tersebut akan tercermin lewat sikap mentalnya sehingga mempengaruhi tindakannya sehari-hari. Akan tetapi jika nilai-nilai yang dipegang dalam hidupnya hanya egoisme, memikirkan perut sendiri, malas, tidak mau berusaha, selalu negatif kepada orang lain, maka saya khawatir tindakannya akan mengikuti nilai dan pola pikir yang dipelihara sehingga membentuk kebiasaan.


Kebiasaan yang positif tentu memiliki nilai manfaat yang positif bagi hidup kita dan orang lain, akan tetapi sebaliknya kebiasaan yang negatif tidak memberi nilai tambah untuk hidup kita dan orang di sekitar kita. Jika kita mau menjadi yang terbaik di bidang kita masing-masing, mulailah periksa selama ini kebiasaan seperti apa yang kita pelihara.


Aristoteles pernah berkata, “Excellence is not a singular act, but a HABIT“. Untuk menjadi yang terbaik atau unggul bukanlah tindakan satu kali, tetapi sebuah KEBIASAAN. Kita sama-sama memiliki 24 jam sehari, tidak ada yang lebih, tidak ada yang kurang. Akan tetapi terkadang kita bisa melihat banyak orang yang begitu produktif sementara ada orang-orang yang sama sekali tidak produktif dalam satu hari.


“Produktif” berarti dia melakukan sesuatu yang berarti dalam 24 jam, dia benar-benar mengelola waktunya dengan baik. Keseimbangan dalam hidupnya terjada. “Tidak produktif” berarti dia lebih banyak menghabiskan waktu 24 jamnya untuk hal yang tidak bernilai manfaat untuk dirinya dan orang lain. Tanyakan kepada diri kita masing-masing, selama 24 jam, mayoritas kita habiskan waktu kita untuk apa? Jika kita menjawab “bekerja“, maka pertanyaan selanjutnya adalah selama bekerja apa yang sudah kita lakukan? Apakah waktu bekerja kita lebih banyak bergosip ria, membicarakan orang lain, bermalas-malasan, lebih sering update status facebook/twitter daripada update pekerjaan kepada atasan, atau kita benar-benar memberikan yang terbaik waktu kita untuk pekerjaaan kita? Hanya pribadi masing-masing yang mengetahui persis jawabannya.


Banyak orang terkadang menyalahkan waktu, dan menganggap waktu yang diberikan kurang. Kita diberikan waktu yang sama, dan sudah adil. Yang membedakan adalah bagaimana seseorang mengisi waktunya selama 24 jam, itulah yang membuat seseorang menjadi unggul. Ada orang yang begitu semangat dan ingin cepat menyelesaikan tugasnya saat rapat, ada orang yang lebih memilih datang terlambat. Ada pribadi yang senantiasa bersyukur, adapula pribadi yang tidak pernah merasa puas dan selalu mengeluh hari demi hari. Ada sosok yang berani mempertanggungjawabkan kesalahannya, tapi ada juga pribadi yang biasa melarikan diri dari tanggung jawab dan mencari-cari alasan.


Bagaimana mengubah kebiasaan?

Yang terpenting ada kemauan untuk berubah, niat untuk kembali ke kebiasaan yang lebih positif. Sebuah buku yang pernah saya baca menyarankan kita untuk membuat “komitmen 21 hari“. Kita harus betul konsisten selama 21 hari untuk membentuk kebiasaan baru. Jika kita pada hari ke sepuluh kita kembali ke kebiasaan lama kita, maka kita harus kembali mengulangnya dari hari pertama.


Dalam beberapa kali kesempatan seminar dan training saya selalu mengatakan, mengubah kebiasaan tentu tidak mudah, akan tetapi bukan berarti tidak bisa. Dibutuhkan sebuah kemauan keras dan komitmen yang keras untuk berubah. Jika kita memandang hidup ini penting untuk diisi dengan arti yang positif, maka mulailah mengubah kebiasaan dari sekarang.

First we form habits, then they form us. Conquer your bad habits or they will conquer you.”
Share

0 comments: