Jumat, 25 November 2011

FIVE ELEMENTS


Gunakanlah 5 perkara sebelum yang 5…

Relativitas… bisakah Anda mendefinisikannya? Apakah ada yang namanya relativitas waktu? Betapa banyak analisa “lebih” dan tanpa titik temu tentang relativitas ini yang seolah berbicara kepada manusia dan seluruh ciptaan tuhan di muka bumi tentang ke-nisbi-an dan ketidak-nisbi-an kita fil ‘ardh yang diciptakan Tuhan; dan keinginan Tuhan meminta kita (jikalau mau) menjadi khalifah dan hamba taqwanya demi sang khalik. Kontrol kita atas kekuasaan kecil didalam diri pribadi kita atas darah, urat dan pemikiran saja seolah-olah adalah suatu kenisbian jika dikaitkan dengan adakah kuasa tuhan dan campur tangannya dalam diri kita ketika kita mengangkat alis, mengangkat dagu, berlari, beraktifitas dan menumpahkan pemikiran? 

Saya tidak akan berbicara lebih tentang control tuhan atas manusia karena penyajiannya akan saya sampaikan pada tulisan-tulisan saya selanjutnya. Saya ingin kembali ke topik awal yang sudah saya jadikan judul di headline tulisan ini tentang 5 perkara sebelum datang kepada kita yang 5 lainnya. Jendela pertama yang terbukakan pada saat saya sedang mendengarkan lagu Nasyid yang mendendangkan judul diatas, berselang beberapa saat kemudian tanggal 14 Oktober 2011 ternyata di masjid gang sebelah sedang mengadakan khotbah jumat untuk judul yang sama. Komponen utama dalam bait-bait dan pembahasan khotbah itu adalah “kesempatan” atau dalam bahasa saya adalah sang waktu.

Adakah yang bisa mendefinisikan tentang sang waktu? Apakah waktu itu? Terdefinisikankah? Nyatakah atau tidak nyatakah bahwa kita sedang menggunakan satuan waktu ketika kita mengukur histori/sejarah peradaban mulai dari penciptaan sampai pemusnahan semesta. Waktu adalah sesuatu yang terukur. Benarkah? Pemikiran yang mendasarinya mungkin karena  ada standar sebagai satuan pengukuran atas waktu yang bernama detik, menit, jam, hari, bulan, tahun dan abad… Namun disisi lain banyak yang menyatakan bahwa waktu itu tidak terukur. Semuanya berdasarkan pada pengukuran nisbi ataupun elastisitas waktu yang mengacu pada paham relativitas tentang standarisasi pemikiran dan pandangan berbeda dikarenakan analisa waktu yang berbeda ketika kita berada di bumi dan diluar bumi maupun pada sisi lain dan dimensi lain. Relativitas? Relatif atau tidak? Dibahas juga di tulisan selanjutnya. Sorry jack !!

Melebar lagi pembahasannya bukan? Baiklah saya kembali ke khittah awal tentang judul lagu kelompok nasyid Raihan “Ingat 5 perkara sebelum 5 perkara”. Pastinya kita tidak akan lupa syair didalamnya tentang hadits Nabi yang terkenal yakni gunakanlah 5 perkara sebelum datangnya 5 perkara : (satu) lapang sebelum sempit,  (dua) kaya sebelum miskin, (tiga) tua sebelum muda, (empat) sehat sebelum sakit, dan (lima) hidup sebelum mati…

(1)    Lapang sebelum sempit,

Saya benar-benar tidak tahu bagaimana membahasnya karena lebih banyak kalimat ini terjadi secara pribadi/personal dalam diri penulis. Waktu lapang atau kesempatan yang lapang seringkali bahkan terlalu sering tersia-siakan oleh kita dalam kehidupan. Seringkali warning atas momentum selanjutnya sudah sejak jauh hari tersampaikan tapi kita memilih waktu kepepet sebagai langkah awal menjalaninya contoh : Mid Semester Mata Kuliah Matematika Diskrit sudah diumumkan 2 (dua) minggu sebelumnya tapi kita memilih belajar 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan ujian; Pementasan seni Mata Kuliah Keterampilan Interpersonal akan tersaji 1 November 2011 pukul 15.00 dan seluruh mahasiswa memiliki seminggu lebih mempersiapkannya, tapi kita malah memilih latihan serius sehari sebelum pementasan bahkan seluruh personil bisa terkumpul lengkap pada 1 November 2011 pukul 10.00 pagi. Kejutan yang tidak menyenangkan!!!

Having fun bagi masyarakat modern adalah suatu kebutuhan memang benar tapi bukankah keterbatasan-keterbatasan waktu adalah tembok besar yang harus terlintasi dengan manajemen waktu yang tepat? Lagipula manajemen waktu yang tepat akan memberikan pembiasaan-pembiasaan yang bernilai penting sebagai pola pembentukan karakter atas diri kita kini dan nanti. Pendewasaan diri juga merupakan modal nyata, dan kesemuanya dimulai dengan manajemen diri termasuk manajemen waktu dan kemampuan memahami prioritas dengan segera. WAKTU LUANG SEBELUM SEMPIT (silahkan baca tulisan saya minggu depan tentang membunuh waktu).



(2)    Kaya sebelum miskin

Saya ingin membaginya pada dua segmen besar aja untuk masalah penghasilan, Employee dan Unemployee. Saya bingung memetakan mahasiswa di segmen mana tapi untuk mempermudahnya saya ingin memetakannya pada unemployee.

Saya tidak akan menggiring pembaca untuk menghambur-hamburkan kekayaan yang paling dicintainya. Sedikit saja ulasan tentang bersedekah atas kelebihan harta kita agar tiada penyesalan karena pelitnya kita yang makin memperpendek jangkauan Tuhan untuk menolong kita. Coba renungkan yang dibawah ini :

Rasulullah SAW pernah berkata, bahwa setiap masuk pagi, ada dua malaikat mengajukan permohonan mereka kepada Allah SWT. Malaikat pertama berdoa : ”Ya Allah berikanlah ganti bagi orang yang menginfaqkan hartanya”. Yang kedua berdoa : ” Ya Allah jadikanlah semakin tidak punya orang yang pelit terhadap hartanya.”

Berbicara mengenai balasan dari Allah atas sedekah ataupun infaq yang telah kita keluarkan, sungguh kita butuh keyakinan yang sempurna bahwa Allah akan mengganti dengan berlipat-lipat dari arah yang tak pernah kita sangka-sangka sebelumnya. Bukankah Allah sesuai dengan prasangka hamba-Nya? Berikut ini adalah sekelumit isyarat yang mudah-mudahan bermanfaat buat kita sekalian. Dalam sebuah hadits terdapat penjelasan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengenai aktifitas bersedekah yang paling utama alias yang paling afdhol.

Tidak semua bentuk sedekah bernilai afdhol. Bagi orang yang berusia muda dan sedang energik tentunya bersedekah memiliki nilai lebih tinggi di sisi Allah daripada bersedekahnya seorang yang telah lanjut usia, sakit-sakitan, dan sudah menjelang meninggal dunia.

Untuk itulah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memberikan gambaran kepada ummatnya mengenai sedekah yang paling afdhol.



عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ حَرِيصٌ

تَأْمُلُ الْغِنَى وَتَخْشَى الْفَقْرَ وَلَا تُمْهِلْ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ

قُلْتَ لِفُلَانٍ كَذَا وَلِفُلَانٍ كَذَا وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ



Seseorang bertanya kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam : Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling afdhol? Beliau menjawab : Kau bersedekah ketika kau masih dalam keadaan sehat lagi lapang, dan kau sangat ingin menjadi kaya, dan khawatir kalau miskin. Jangan kau tunda hingga ruh sudah sampai di kerongkongan, kau baru berpesan : Untuk si fulan sekian, dan untuk si fulan sekian. Padahal harta itu sudah menjadi hak orang lain (ahli waris). Lagi-lagi analisa selanjutnya akan termaktub dalam tulian saya tentang rezeki (laa raziqo illallaahi).



Saya masih harus menyelesaikan 3 perkara lagi yang akan termaktub dalam tulisan saya seminggu lagi. Hayatilah dahulu 2 perkara yang saya sajikan diatas.

Terima kasih.
Share

0 comments: